Selasa, 24 April 2012

Menjadi Sebaik-baik Manusia



“Khairun naasi anfa’uhum linnaas.” Sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain.
Adalah aksioma bahwa manusia itu makhluk social. Tak ada yang bisa membantah. Tak ada satu orangpun yang bisa hidup sendiri. Semua saling ketergantungan. Saling membutuhkan.
Begitulah hati sanubari kita, selalu menginginkan pola hubungan yang saling ridho dalam mengambil manfaat bagi dirinya dengan cara yang baik. Kita anggap seburuk-buruk manusia orang yang mengambil manfaat banyak dari diri kita dengan cara yang salah. Apakah itu menipu, mencuru, dan mengambil paksa, bahkan dengan kekerasan.
Namun yang luar biasa adalah orang lebih banyak member dari mengambil manfaat dalam berhubungan dengan orang lain. Orang yang seperti itu kita sebut orang yang terbaik di antara kita. Dermawan. Ikhlas. Tanpa pamrih. Tidak punya vested interes.
Alas an kedua, karena ia melakukan amal yang terbaik. Kaidah usul fiqih menyebutkan bahwa kebaikan yang amalnya dirasakan orang lain lebih bermanfaat ketimbang yang manfaatnya dirasakan oleh diri sendiri. Apalagi jika spektrumnya lebih luas lagi. Amal itu bisa menyebabkan orang seluruh negeri merasakan manfaatnya. Karena itu tak heran jika para sahabat ketika ingin melakukan suatu kebaikan bertanya kepada Rasulullah, amal apa yang paling afdhol untuk dikerjakan. Ketika musim kemarau dan masyarakat kesulitan air, Rasulullah berkata membuat sumur adalah amal yang paling utama. Saat seseorang ingin berjihad sementara ia punya ibu yang sudah sepuh dan tidak ada yang merawat, Rasulullah menyebut berbakti kepada si ibu adalah amal yang paling utama bagi orang itu.
Ketiga, karena ia melakukan kebaikan yang sangat besar pahalanya. Berbuat sesuatu untuk orang lain besar pahalanya. Bahkan Rasulullah saw.berkata “Seandainya aku berjalan bersama  bersama saudaraku untuk memenuhi suatu kebutuhannya, maka itu lebih aku cintai daripada iktikaf sebulan di masjidku ini.” (Thabrani). Subhanallah.
Keempat, member I manfaat kepada orang lain tanpa pamrih, mengundang kesaksian dan pujian orang yang beriman. Allah SWT. Mengikuti persangkaan hambaNya. Ketika orang menilai ddiri kita adalah baik, maka Allah menggolongkan kita ke dalam golongan hambaNya yang baik-baik.
Oleh : Mochamad Bugi  - sumber : “Adz Dzikro” – selebaran Januari 2012

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management