“Khairun naasi anfa’uhum linnaas.”
Sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain.
Adalah aksioma bahwa manusia itu makhluk
social. Tak ada yang bisa membantah. Tak ada satu orangpun yang bisa hidup
sendiri. Semua saling ketergantungan. Saling membutuhkan.
Begitulah hati sanubari kita, selalu
menginginkan pola hubungan yang saling ridho dalam mengambil manfaat bagi
dirinya dengan cara yang baik. Kita anggap seburuk-buruk manusia orang yang
mengambil manfaat banyak dari diri kita dengan cara yang salah. Apakah itu
menipu, mencuru, dan mengambil paksa, bahkan dengan kekerasan.
Namun yang luar biasa adalah orang lebih
banyak member dari mengambil manfaat dalam berhubungan dengan orang lain. Orang
yang seperti itu kita sebut orang yang terbaik di antara kita. Dermawan.
Ikhlas. Tanpa pamrih. Tidak punya vested interes.
Alas an kedua, karena ia melakukan amal
yang terbaik. Kaidah usul fiqih menyebutkan bahwa kebaikan yang amalnya
dirasakan orang lain lebih bermanfaat ketimbang yang manfaatnya dirasakan oleh
diri sendiri. Apalagi jika spektrumnya lebih luas lagi. Amal itu bisa
menyebabkan orang seluruh negeri merasakan manfaatnya. Karena itu tak heran
jika para sahabat ketika ingin melakukan suatu kebaikan bertanya kepada
Rasulullah, amal apa yang paling afdhol untuk dikerjakan. Ketika musim kemarau
dan masyarakat kesulitan air, Rasulullah berkata membuat sumur adalah amal yang
paling utama. Saat seseorang ingin berjihad sementara ia punya ibu yang sudah
sepuh dan tidak ada yang merawat, Rasulullah menyebut berbakti kepada si ibu
adalah amal yang paling utama bagi orang itu.
Ketiga, karena ia melakukan kebaikan yang
sangat besar pahalanya. Berbuat sesuatu untuk orang lain besar pahalanya.
Bahkan Rasulullah saw.berkata “Seandainya aku berjalan bersama bersama saudaraku untuk memenuhi suatu
kebutuhannya, maka itu lebih aku cintai daripada iktikaf sebulan di masjidku
ini.” (Thabrani). Subhanallah.
Keempat, member I manfaat kepada orang lain
tanpa pamrih, mengundang kesaksian dan pujian orang yang beriman. Allah SWT.
Mengikuti persangkaan hambaNya. Ketika orang menilai ddiri kita adalah baik,
maka Allah menggolongkan kita ke dalam golongan hambaNya yang baik-baik.
Oleh : Mochamad
Bugi - sumber : “Adz Dzikro” – selebaran
Januari 2012
0 komentar:
Posting Komentar